Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan big data telah menciptakan lanskap baru dalam diskursus sosio-ekonomi kontemporer. Fenomena ini menghasilkan pergeseran fundamental dalam relasi produksi yang tidak bisa dilepaskan dari analisis Marxis tentang dinamika kapital. Ketika teknologi baru ini semakin mengubah wajah kapitalisme global, menjadi penting untuk mengkaji ulang pemikiran Marx dalam konteks revolusi digital saat ini, terutama bagaimana kapitalisme berhasil memperluas dominasinya melalui penguasaan teknologi informasi.
Fondasi Marxisme dalam Memahami Revolusi Digital
Analisis Marx tentang kapitalisme dalam "Das Kapital" menawarkan kerangka teoretis yang berharga untuk memahami teknologi AI dan big data. Dalam "Das Kapital" Jilid 1, Marx menjelaskan tentang proses akumulasi primitif dan ekstraksi nilai lebih melalui eksploitasi tenaga kerja. Di era digital, model ekstraksi nilai ini mengalami transformasi mendalam melalui apa yang bisa disebut sebagai "ekstraksi data", di mana informasi personal dan perilaku pengguna menjadi komoditas baru yang menghasilkan keuntungan.
Kontradiksi mendasar yang Marx identifikasi dalam kapitalisme—bahwa semakin berkembangnya teknologi produksi tidak serta-merta menghasilkan emansipasi sosial, melainkan justru bisa memperdalam ketimpangan—termanifestasi dengan jelas dalam era digital. Dalam konteks AI dan big data, pengembangan teknologi yang seharusnya memudahkan kehidupan manusia justru menciptakan bentuk-bentuk eksploitasi dan dominasi baru.
Dalam "Das Kapital" Jilid 2, Marx menganalisis sirkulasi dan perputaran modal, menunjukkan bagaimana kapital berusaha mengurangi waktu sirkulasi untuk mempercepat akumulasi. Teknologi AI dan big data mewujudkan ambisi ini dengan sempurna: algoritma perdagangan frekuensi tinggi memungkinkan transaksi finansial dalam milidetik, sementara analisis real-time konsumen memungkinkan kapital untuk bereaksi dan beradaptasi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Das Kapital" Jilid 3 membahas kecenderungan tingkat keuntungan yang menurun dan krisis kapitalisme. Marx berpendapat bahwa peningkatan komposisi organik modal (perbandingan antara modal konstan dan modal variabel) cenderung menurunkan tingkat keuntungan. Fenomena ini memaksa kapitalis untuk terus mencari cara meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya tenaga kerja. AI dan otomatisasi menjadi jawaban sempurna bagi kapitalisme kontemporer dalam menghadapi kontradiksi ini—meningkatkan produktivitas sambil mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manusia.
Kecerdasan Buatan sebagai Tahap Baru Kapitalisme Lanjut
AI tidak sekadar menjadi alat baru dalam sistem produksi kapitalis, tetapi memfasilitasi transformasi mendalam dalam cara kapital mengakumulasi kekayaan. Otomatisasi kecerdasan umum menjadi tonggak baru dalam perkembangan kapitalisme. Kapital yang tadinya mengekstrak nilai lebih dari tenaga fisik pekerja, kini beralih pada ekstraksi kognitif—pengetahuan, kreativitas, dan kapasitas intelektual manusia dikonversi menjadi algoritma yang bisa direproduksi dan dieksploitasi tanpa batas.
Fenomena ini mengingatkan pada apa yang Marx sebut sebagai "subsumsi riil" tenaga kerja di bawah kapital. Dalam "Das Kapital" Jilid 1, Marx menjelaskan bagaimana kapitalisme tidak hanya formal menundukkan tenaga kerja, tetapi secara riil mengubah proses kerja itu sendiri untuk mengintensifkan ekstraksi nilai lebih. AI melakukan hal serupa pada tingkatan yang lebih tinggi—ia tidak hanya mengotomatisasi pekerjaan manual, tetapi juga mengubah sifat pekerjaan kognitif dan intelektual.
Kapitalisme digital telah berhasil menjadikan data sebagai bentuk baru modal tetap. Proses produksi dan reproduksi kapital kini bergantung pada ekstraksi, pemrosesan, dan monetisasi data dalam skala masif. Kemampuan memproses big data menjadi keunggulan kompetitif utama bagi perusahaan, menciptakan monopoli-monopoli baru yang didasarkan pada kepemilikan dan kontrol atas infrastruktur digital.
Marx menekankan bahwa kemajuan teknologi dalam kapitalisme selalu diarahkan pada peningkatan produktivitas untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar, bukan untuk membebaskan manusia dari kerja. Dalam konteks modern, AI dikembangkan bukan terutama untuk kesejahteraan kolektif, melainkan untuk memaksimalkan nilai surplus dan memperkuat posisi dominan pemilik kapital. Sebagaimana dinyatakan dalam "Das Kapital" Jilid 3, produksi kapitalis berusaha terus-menerus mengatasi hambatan-hambatan yang melekat padanya, tetapi ia mengatasinya hanya dengan cara-cara yang menempatkan hambatan-hambatan yang sama dalam skala yang lebih besar dan dalam bentuk yang lebih mengancam.
Big Data sebagai Bentuk Baru Ekstraksi Nilai
Dalam kerangka Marxis, big data dapat dipahami sebagai bentuk baru "pengambilalihan" (appropriation) terhadap produksi sosial kolektif. Fenomena "kapitalisme pengawasan" menggambarkan model ekonomi yang bergantung pada ekstraksi dan komodifikasi data pribadi secara masif. Dari perspektif Marxis, ini adalah bentuk baru eksploitasi di mana aktivitas online sehari-hari—yang tidak dianggap sebagai kerja—menjadi sumber ekstraksi nilai yang sangat menguntungkan bagi platform digital.
Pengumpulan dan monetisasi data pengguna oleh perusahaan teknologi besar menciptakan bentuk baru akumulasi kapital yang berbeda secara kualitatif dari periode sebelumnya. Pengguna platform digital secara tidak sadar menjadi produsen nilai tanpa kompensasi, menciptakan apa yang oleh beberapa teoretikus Marxis kontemporer disebut sebagai "kerja digital" (digital labor).
Dalam "Das Kapital" Jilid 1, Marx menganalisis bagaimana perkembangan mesin-mesin industri meningkatkan produktivitas sekaligus mengurangi otonomi pekerja. Dengan cara yang serupa, algoritma berbasis AI saat ini meningkatkan produktivitas sambil menciptakan bentuk baru pengawasan dan kontrol terhadap proses kerja. Pekerja semakin disubjekkan pada pengawasan algoritmik yang mencatat, menganalisis, dan mengoreksi setiap aspek kinerja mereka, menciptakan apa yang Marx sebut sebagai "subsumsi formal" dan "subsumsi riil" dalam bentuk yang lebih canggih.
Dalam perspektif Marxis, kontradiksi kapitalisme tidak dihilangkan oleh perkembangan teknologi—justru sebaliknya, teknologi baru cenderung memperparah ketimpangan yang ada. Data dari berbagai studi menunjukkan bahwa meskipun produktivitas meningkat pesat berkat AI dan otomatisasi, upah riil untuk sebagian besar pekerja tetap stagnan. Fenomena ini mencerminkan analisis Marx tentang "hukum umum akumulasi kapitalis" dalam "Das Kapital" Jilid 1, di mana peningkatan kekayaan sosial, kapital, dan kelas kapitalis selalu disertai dengan peningkatan kemiskinan relatif kelas pekerja.
![]() |
Ketika dunia sepenuhnya dikuasai oleh AI, kita sebagai manusia hanya tertunduk dan menyesal atas ciptaan kita sendiri |
Kontradiksi Kapitalisme di Era Digital
Dalam kerangka Marxis, perkembangan teknologi dalam kapitalisme selalu menghasilkan kontradiksi-kontradiksi baru. AI menciptakan kontradiksi mendasar antara potensi teknologi untuk membebaskan umat manusia dari kerja yang membosankan dan melelahkan, dengan realitas sistem kapitalisme yang justru menggunakannya untuk meningkatkan eksploitasi.
Salah satu kontradiksi utama yang diidentifikasi Marx dalam "Das Kapital" Jilid 3 adalah kecenderungan tingkat keuntungan yang menurun. Ketika perusahaan terus berinvestasi dalam teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan memenangkan persaingan, komposisi organik modal meningkat, yang pada gilirannya menekan tingkat keuntungan. AI dan otomatisasi mewakili investasi besar-besaran dalam modal tetap yang mungkin, dalam jangka panjang, menghasilkan krisis profitabilitas baru.
Kontradiksi lain muncul dalam bentuk "krisis realisasi". Ketika otomatisasi dan AI menggantikan pekerja dalam skala masif, daya beli masyarakat menurun, menciptakan masalah dalam realisasi nilai surplus yang dihasilkan. Dalam "Das Kapital" Jilid 2, Marx menjelaskan bagaimana sirkulasi modal bergantung pada konversi komoditas menjadi uang. Jika pengangguran teknologis meluas, siapa yang akan membeli barang dan jasa yang diproduksi?
Otomatisasi berbasis AI berpotensi menciptakan pengangguran struktural dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Estimasi dari berbagai lembaga penelitian menunjukkan bahwa 40-50% pekerjaan saat ini berisiko tergantikan oleh otomatisasi dalam beberapa dekade mendatang. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang keberlanjutan model ekonomi kapitalis yang bergantung pada hubungan kerja-upah.
Respons Kapitalis terhadap Kontradiksi AI
Kapitalisme telah menunjukkan kemampuan luar biasa untuk beradaptasi menghadapi kontradiksi internalnya. Dalam konteks revolusi AI dan big data, pemilik kapital mengembangkan berbagai strategi untuk mempertahankan dan memperluas akumulasi:
Pertama, privatisasi dan monopolisasi infrastruktur digital. Perusahaan teknologi besar membangun "enclosure" digital baru melalui penguasaan data, algoritma, dan infrastruktur komputasi. Fenomena ini mirip dengan apa yang Marx jelaskan dalam "Das Kapital" Jilid 1 sebagai "akumulasi primitif"—pengambilalihan paksa terhadap commons (milik bersama) untuk mengakumulasi kapital. Data yang dihasilkan melalui interaksi sosial kolektif diklaim sebagai properti privat oleh korporasi teknologi.
Kedua, penciptaan bentuk-bentuk eksploitasi baru. Kapitalisme platform mengembangkan model bisnis berdasarkan apa yang disebut "kerja digital" tak berbayar—aktivitas pengguna internet yang menghasilkan data berharga. Platform digital mengubah pengguna menjadi pekerja yang tidak dibayar sekaligus konsumen, menciptakan model eksploitasi yang bahkan lebih efisien daripada yang dijelaskan Marx di era industrialisasi.
Ketiga, ekspansi geografis dan sektoral. Kapitalisme digital memperluas jangkauannya ke sektor-sektor yang sebelumnya relatif terlindungi dari logika komodifikasi—seperti pendidikan, kesehatan, dan bahkan hubungan sosial. Marx dalam "Das Kapital" Jilid 2 menjelaskan bagaimana kapital terus mencari pasar baru untuk mengatasi krisis sirkulasi. AI dan big data memungkinkan kapital untuk menembus dan mengkomodifikasi dimensi-dimensi kehidupan yang sebelumnya berada di luar jangkauan pasar.
Implikasi bagi Perjuangan Kelas
Dalam perspektif Marxis, perubahan dalam basis ekonomi (modes of production) pada akhirnya akan menghasilkan pergeseran dalam superstruktur sosial dan politik. Revolusi AI dan big data mengubah komposisi kelas dan dinamika perjuangan kelas secara fundamental.
Di satu sisi, kemunculan "aristokrasi digital"—sekelompok kecil pekerja dengan keterampilan teknis tinggi yang mendapatkan upah sangat besar—menciptakan stratifikasi baru dalam kelas pekerja. Di sisi lain, proletarianisasi pekerjaan menengah yang sebelumnya dianggap aman dari otomatisasi menciptakan kategori baru "prekariat digital"—pekerja dengan pekerjaan tidak stabil dan rentan terhadap disrupsi teknologi.
Marx dalam "Das Kapital" Jilid 1 menekankan bagaimana perkembangan teknologi baru selalu mengakibatkan rekomposisi kelas pekerja. Dalam konteks AI, kita menyaksikan fenomena serupa—beberapa sektor tenaga kerja menjadi usang sementara sektor-sektor baru muncul. Namun, tidak seperti revolusi industri yang menciptakan lebih banyak pekerjaan daripada yang dihancurkan, ada kekhawatiran bahwa AI mungkin menghasilkan pengangguran teknologis dalam skala masif.
Transformasi ini menimbulkan pertanyaan tentang bentuk-bentuk organisasi dan perjuangan baru yang diperlukan untuk menanggapi kapitalisme AI. Jika tempat kerja tradisional tidak lagi menjadi situs utama eksploitasi, bagaimana pekerja dapat mengorganisir diri mereka sendiri? Jika data menjadi bentuk baru modal, apakah "demokrasi data" menjadi tuntutan revolusioner baru?
Menuju Alternatif Sosialistik di Era AI
Artikulasi alternatif sosialistik terhadap kapitalisme digital perlu dimulai dengan pertanyaan mendasar tentang kepemilikan dan kontrol atas infrastruktur digital dan data. Sebagaimana Marx mengusulkan sosialisasi alat produksi sebagai syarat untuk mengatasi eksploitasi kapitalis, demokratisasi teknologi AI dan big data menjadi prasyarat untuk mengubah potensi teknologi ini dari alat dominasi menjadi sarana emansipasi sosial.
Dalam "Das Kapital" Jilid 3, Marx menggambarkan visi masyarakat di mana "produksi yang dikendalikan secara rasional oleh asosiasi bebas para produsen" menggantikan anarki produksi kapitalis. Dalam konteks kontemporer, ini berarti pengembangan AI dan penggunaan big data yang dipandu oleh kebutuhan sosial, bukan profit—teknologi yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan kolektif daripada memaksimalkan ekstraksi nilai.
AI dan otomatisasi menciptakan kondisi material untuk pengurangan dramatis hari kerja dan pembebasan manusia dari kerja alienasi. Namun, transformasi ini membutuhkan reorganisasi radikal hubungan produksi untuk memastikan bahwa manfaat produktivitas didistribusikan secara adil di seluruh masyarakat, bukan terkonsentrasi di tangan segelintir pemilik kapital.
Pendekatan Marxis terhadap AI dan big data tidak hanya menawarkan kritik terhadap kapitalisme digital, tetapi juga membuka kemungkinan alternatif emansipatoris yang mendemokratiskan teknologi dan menempatkannya dalam kerangka kebutuhan sosial. Ini mungkin memerlukan eksperimen dengan bentuk-bentuk kepemilikan baru, seperti trust data komunal, platform kooperatif, dan infrastruktur digital yang dikelola secara demokratis.
Menyusun Ulang Teori Nilai di Era AI
Salah satu tantangan teoretis bagi pemikiran Marxis kontemporer adalah bagaimana merekonseptualisasi teori nilai dalam konteks ekonomi digital. Dalam "Das Kapital" Jilid 1, Marx menganalisis nilai komoditas berdasarkan waktu kerja yang secara sosial diperlukan untuk memproduksinya. Namun, dengan otomatisasi dan AI, hubungan langsung antara waktu kerja manusia dan produksi nilai menjadi semakin kabur.
Produksi dan reproduksi algoritma AI memiliki karakteristik ekonomi yang berbeda dari produksi komoditas material tradisional. Biaya marginal reproduksi algoritma mendekati nol, namun nilai yang dihasilkannya dapat sangat besar. Fenomena ini menantang konsepsi konvensional tentang nilai dan kerja produktif, memerlukan pengembangan konseptual dalam tradisi Marxis.
Beberapa teoretikus Marxis kontemporer mengajukan konsep "nilai jaringan" atau "nilai informasi" untuk memahami bagaimana nilai diproduksi dan beredar dalam ekonomi digital. Dalam perspektif ini, nilai tidak hanya diturunkan dari waktu kerja, tetapi juga dari eksternalitas jaringan, efek skala data, dan kemampuan algoritma untuk mengkonversi data tidak terstruktur menjadi wawasan yang bernilai ekonomi.
Lebih jauh lagi, analisis Marxis perlu memperhitungkan berbagai bentuk kerja tidak berbayar yang memungkinkan AI berfungsi—dari "kerja digital" yang dilakukan pengguna internet hingga kerja perawatan yang dilakukan pekerja prekariat global untuk membersihkan data. Eksploitasi dalam kapitalisme AI tidak lagi terbatas pada tempat kerja formal, tetapi menyebar ke seluruh jaringan aktivitas sosial yang menghasilkan data.
AI dan Alienasi Digital
Konsep Marx tentang alienasi mendapatkan dimensi baru dalam era AI dan big data. Dalam "Manuskrip Ekonomi-Filosofis 1844", Marx mengidentifikasi empat aspek alienasi: alienasi dari produk kerja, dari proses produksi, dari diri sendiri sebagai manusia, dan dari orang lain. AI mengintensifkan dan memperluas alienasi ini dalam beberapa cara.
Pertama, alienasi dari produk kerja. Algoritma AI yang menganalisis data yang dihasilkan pengguna internet mengkonversi aktivitas sosial sehari-hari menjadi komoditas yang dimiliki dan dikontrol oleh perusahaan teknologi. Pengguna semakin terasing dari data yang mereka hasilkan dan nilai yang diekstrak darinya.
Kedua, alienasi dari proses produksi. "Kerja digital" tidak hanya tidak dikompensasi, tetapi juga tidak diakui sebagai kerja sama sekali. Platform digital dirancang untuk mengaburkan batas antara konsumsi dan produksi, rekreasi dan kerja, menciptakan bentuk eksploitasi yang hampir tidak terlihat.
Ketiga, alienasi dari potensi manusia. Alih-alih meningkatkan kapasitas kreatif manusia, algoritma AI sering mengarahkan perhatian dan perilaku pengguna untuk memaksimalkan keterlibatan dan ekstraksi data, menciptakan apa yang beberapa kritikus sebut sebagai "Attention Economy" yang mengikis agensi manusia.
Keempat, alienasi sosial. Platform media sosial yang didukung AI semakin memediasi hubungan sosial, menciptakan "komunitas imajiner" yang tampaknya menghubungkan orang tetapi sebenarnya mengisolasi mereka dalam ruang-ruang algoritma yang disesuaikan secara personal.
Marx menekankan bahwa alienasi tidak hanya fenomena psikologis, tetapi memiliki akar material dalam hubungan produksi kapitalis. Dengan cara yang sama, alienasi digital memiliki basis material dalam ekstraksi data dan model bisnis platform digital. Mengatasi alienasi digital, dengan demikian, tidak hanya memerlukan perubahan dalam desain interface, tetapi transformasi radikal dalam hubungan kepemilikan dan kontrol atas infrastruktur digital.
![]() |
AI mengungkap kekuatan data dalam menata ulang tatanan sosial, mencerminkan kritik marxis terhadap kapitalisme modern |
Imperialisme Digital dan Dinamika Global
Ekspansi global kapitalisme AI menghasilkan bentuk baru imperialisme digital. Dalam "Das Kapital" Jilid 1, Marx menganalisis bagaimana kapitalisme industrial Eropa bergantung pada kolonialisme dan imperialisme untuk mengakumulasi kapital. Dalam era digital, perusahaan teknologi dari Global North mengekstrak data dari populasi Global South, menciptakan hubungan asimetris baru antara "pusat" dan "periferi" digital.
Infrastruktur digital global—dari kabel bawah laut hingga server cloud—menunjukkan ketimpangan mencolok dalam kepemilikan dan kontrol. Perusahaan teknologi besar, sebagian besar berbasis di AS dan China, tidak hanya mengontrol platform dan perangkat lunak, tetapi juga infrastruktur fisik yang menopang ekonomi digital global. Fenomena ini memperkuat dependensi teknologi dan melanjutkan pola ekstraktif dari era kolonial.
Selain itu, AI dan big data memfasilitasi bentuk baru "akumulasi melalui dispossession"—konsep yang dikembangkan dari analisis Marx tentang akumulasi primitif. Data yang dihasilkan oleh komunitas Global South diambil dan dimonetisasi oleh perusahaan teknologi Global North, dengan sedikit atau tanpa kompensasi. Praktik ini memperdalam ketimpangan global dan menciptakan bentuk baru ekstraktivisme digital.
Kapitalisme AI juga menghasilkan pembagian kerja internasional baru. Sementara pekerjaan bergaji tinggi dalam pengembangan AI terkonsentrasi di pusat-pusat teknologi Global North, pekerjaan prekariat berbayar rendah dalam pelabelan data, moderasi konten, dan "mikro-kerja" digital sebagian besar dilakukan oleh pekerja di Global South. Fenomena ini mencerminkan "pembangunan tidak merata dan kombinasi" yang Marx dan teoretikus Marxis kemudian analisis dalam perkembangan global kapitalisme.
Penutup
Analisis Marxis tentang AI dan big data mengungkapkan bagaimana teknologi ini tidak bersifat netral, tetapi menjadi medan pertempuran di mana hubungan kekuasaan sosial-ekonomi ditentukan. Kapitalisme telah menunjukkan kemampuan luar biasa dalam mengadopsi dan mengadaptasi teknologi baru untuk memperluas dan memperdalam dominasinya, menciptakan bentuk-bentuk eksploitasi dan akumulasi baru.
Namun, sebagaimana ditekankan Marx, kontradiksi kapitalisme justru semakin dipertajam oleh perkembangan teknologi. AI dan big data mungkin berhasil memberi kapitalisme nafas baru melalui peningkatan produktivitas dan penciptaan pasar baru, tetapi pada saat yang sama menimbulkan kontradiksi sosial yang semakin dalam—pengangguran teknologis, konsentrasi kekayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan krisis realisasi nilai.
Dalam menghadapi kapitalisme AI yang semakin dominan, analisis dan kategori Marxis—meskipun diformulasikan pada abad ke-19—tetap menawarkan kerangka yang berharga untuk memahami dan menantang hubungan kekuasaan kontemporer. Seperti yang dinyatakan dalam "Das Kapital" Jilid 1, perkembangan kontradiksi suatu bentuk produksi historis adalah satu-satunya jalan historis menuju pelarutan dan transformasinya. Kontradiksi yang diperparah oleh AI dan big data dalam kapitalisme mungkin justru menciptakan kondisi untuk transformasi sosial yang lebih fundamental.
Pada akhirnya, perjuangan untuk demokratisasi teknologi AI dan big data tidak dapat dipisahkan dari perjuangan yang lebih luas untuk demokrasi ekonomi dan keadilan sosial. Jika teknologi-teknologi baru ini akan menjadi sarana emansipasi daripada dominasi, mereka harus dikeluarkan dari logika akumulasi kapitalis dan ditempatkan di bawah kontrol demokratis masyarakat. Tantangan historis kita adalah untuk mengklaim kembali potensi emansipatoris AI dan big data dari cengkeraman kepentingan kapital privat, dan mengarahkannya pada pemenuhan kebutuhan sosial dan ekologis kolektif.
Posting Komentar